Saturday 27 November 2010


Oleh: bukitkeplu


" Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah masalah hukum dan yang paling akhir adalah solat." (ref :Ahmad -21139)


Saudaraku,

Rasulullah SAW memperingatkan kita bahwa pasti akan berlaku diakhir zaman proses keruntuhan Umat Islam bermula dengan meninggalkan aspek hukum Islam atau hukum Allah sehingalah diabaikannya kewajiban menegakkan solat. Padahal kita menyaksikan dewasa ini bahwa kedua sempadan tersebut jelas telah diremehkan oleh majoriti ummat Islam.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Siapa yang meninggalkan syari’at yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu'alaihiWasallam penutup para nabi, malah ia cenderung kepada yang lainnya berupa hukum-hukum (Allah) maka dia kafir. Maka apa gerangan dengan orang yang berhukum kepada Ilyasa dan lebih mengedepankannya atas hukum Allah? Siapa yang melakukannya maka dia kafir dengan ijma kaum muslimin”. [ref :Al Bidayah Wan Nihayah: 13/119].

Lalu Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan lebih lanjut tentang tentang Kitab Yasiq/Ilyasa: “Ia adalah kitab undang-undang hukum yang dia (Raja Tartar, Jengis Khan) dicedok dari berbagai sumber; dari Yahudi, Nashrani, Millah Islamiyyah, dan yang lainnya, serta di dalamnya banyak hukum yang dia ambil dari pandangan dan keinginannya, lalu (kitab) itu bagi keturunannya menjadi aturan yang diikuti yang lebih mereka kedepankan dari pada al hukmu bi Kitabillah wa sunnati Rasulillah shalallahu ‘alaihi wasallam (berhukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam). Siapa yang melakukan itu, maka wajib diperangi hingga kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, selainnya tidak boleh dijadikan acuan hukum dalam hal sedikit atau banyak”.

Saudaraku,

Berhubung dengan solat, Nabi Shallallahu'alaihiWasallam sangat menganjurkan agar kaum muslimin lelaki sedapat mungkin menegakkan solat lima waktu secara berjamaah di masjid kecuali jika ada uzur syar’i. Dan mereka yang tanpa uzur syarie meninggalkan solat berjamaah ke masjid dikaitkan dengan penyakit kemunafikan. Di antaranya kita dapati hadits berikut:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَصَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَالَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًاوَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِفَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍلَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Solat yang dirasakan berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya` dan shalat subuh, sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang dan ia mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar untuk menjumpai suatu kaum yang tidak menghadiri solat, lantas aku bakar rumah mereka." (Ref Muslim : 1041)

Saudaraku,

Hadist ini dengan jelas mengambarkan betapa keras amaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar setiap muslim menghadiri solat berjamaah di masjid. Bahkan beliau mengancam akan membakar rumah-rumah mereka yang sengaja tidak menghadiri solat berjamaah di masjid. Dan lebih daripada itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggambarkan bahwa mereka yang enggan sholat berjamaah di masjid merupakan golongan munafik.

Tidak hairanlah bilamana sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu sampai menyampaikan pendapat sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُعَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ Dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: "Menurut pendapat kami, tidaklah seseorang ketinggalan dari solat (berjamaah di masjid), melainkan dia seorang munafik yang jelas kemunafikannya (munafik tulen)." (ref : Muslim:1046)

Hari ini masjid dan surau tesergam indah disegenap pelusuk di bumi Malaysia namun hanya sebahagian kecil dikalangan kita hadir berjemaah dalam solat lima waktu.Persoalnnya adakah begitu banyak golongan munafik di kalangan umat islam hari ini ? Natijah dari itu maka tidak hairanlah majoriti Umat islam sendiri tidak yakin dengan Hukum Allah bahkan ada yang menolakknyadengan pelbagai alasan . Ini betepatan dengan Firman Allah telah menegaskan bahwa golongan yang paling keras menolak kembali kepada hukum Allah ialah kaum munafik. Wa na’udzubillah min dzaalika.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِرَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا

“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS An-Nisa 61)

Kesimpulannya Menegakkan Daulah Islam ( Hukum Allah ) adalah satu kewajipan yang tidak dapat direalisasikan dikalangan majoriti umat Islam yang masih dibelenggu sifat munafik.Meremehkan ikatan islam pasti akan mengundang kemurkaan Allah.Jadi Bersamalah kita mengajak diri kita dan saudara-saudara kita menegakkan solat dengan sempurna kerana ia adalah perintis kearah menegakkan Daulah Islam .

Wednesday 1 September 2010

Teks Tazkirah Ramadhan

Oleh : BukitKeplu

"Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran." ( Surah Al-Asr )

Saudaraku,

Syeikhul Islam ibn qayyim Aljawziyyah dlm kitab "Miftah dar as-Sa'ada" yang bermaksud Kunci kepada kegembiraan mengatakan bahawa dalam surah ini terdapat empat peringkat yang mana jika seseorang boleh mencapai keempat-empat tingkat ini, seseorang itu akan dapat mencapai kesempurnaan (insan kamil) dalam hidup.

Yang pertama adalah: Mengetahui Kebenaran.
Yang kedua: Apa yang dilakukan, merupakan reflek kepada kebenaran tersebut.
Yang ketiga: Mengajar orang lain yang tidak mengetahui kebenaran.
Yang keempat: Bersabar untuk belajar berkenaan dengan kebenaran dan bertindak berdasarkannya dan mengajarkannya.

Imam Hassan Al-Banna Berpesan

Kewajipan-kewajipan kita lebih banyak daripada masa yang ada pada kita, oleh itu gunakanlah masa dengan sebaik-baiknya dan ringkaskanlah perlaksanaannya “


Daripada Anas bin Malik r.a. berkata : Rasulullah saw bersabda :” Tidak akan terjadi qiamat sehingga masa menjadi singkat, maka setahun dirasakan seperti sebulan dan sebulan dirasakan seperti seminggu dan seminggu dirasakan seperti sehari dan sehari dirasakan seperti satu jam dan satu jam dirasakan seperti satu petikan api.” (Hadith riwayat Tirmizi) Imam Karmani diangkat keberkatan masa.

Syadina Ali Berkata “ Manusia ini tidur bila sakarat datang ia terjaga “

Abu Umamah Nabi memberitakan khabar gembira lain yang maksudnya: " Dan tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahawa akan dimasukkan ke dalam syurga dikalangan umatku 70,000 orang tanpa hisab dan tanpa azab, bersama setiap 1000 orang terdapat 70,000 orang yang lain dan tiga hathayat"- hadis riwayat Tirmizi & Ibnu Majah. Imam Tirmizi berkata; "Hadis ini adalah Hasan lagi Gharib.

Saudara ku,

Masa adalah amat penting bagi kita kerana persingahan kita didunia ini hanya sebagai musafir sahaja .Mengikut

Waliyullah Imam AlHabib Haddad Kita akan mengalami 5 masa iaitu :

Masa dalam perut ibu

Masa Hidup Didunia

Masa Alam Barzah

Masa Dibangkitkan dari Alam Kubur ( Hisab )

Masa Kita kekal selamanya ( Syurga atau Neraka )

Saudaraku,

Setelah alam ini mengalami kiamat besar maka manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Kemudian seluruh manusia yang begitu banyaknya itu dibariskan oleh Allah dalam 120 barisan untuk menjalani perhitungan dan pembalasan akhirat. Siapa yang beriman layak mendapatkan syurga dan siapa yang kafir dibalas dengan neraka.Mungkin muncul pertanyaan di dalam fikiran kita, di antara 120 barisan itu berapa banyakkah manusia yang mati dalam keadaan beriman? Sebab di dalam Al Quran, Allah SWT menjelaskan:

“Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ 13)

Sebenarnya, hanya tiga saf saja di antara sekian banyaknya manusia yang mati dalam keadaan beriman. Sementara 117 saf yang lain itu adalah terdiri dari orang-orang kafir dan mereka kekal di dalam neraka. Jelaslah bahwa hanya tiga saf saja yang membawa iman, sementara yang lainnya itu matinya dalam keadaan kafir dan menyekutukan Allah SWT.

Kemudian di antara tiga saf yang beriman ini, karena iman manusia tidak sama satu sama lain, maka Allah akan membagi mereka menjadi empat. Jadi di akhirat nanti orang-orang yang beriman terbagi dalam empat golongan, yaitu:

1. Golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ (golongan yang tidak dikenakan hisab atau perhitungan amal)
2. Golongan ‘Ashabul Yamin’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kanan)
3. Golongan ‘Ashabus Syimal’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kiri)
4. Golongan ‘Ashabul A’raf’ (golongan yang berada di antara syurga dan neraka)

Golongan ‘Bi Ghairi Hisab‘ adalah terdiri dari para Nabi dan Rasul serta Auliya Allah (para wali atau kekasih Allah). Auliya Allah adalah mereka yang memang bersungguh-sungguh menjaga setiap perintah dan larangan dari Allah. Mereka sangat menjaga hal yang wajib serta sunat dan bersungguh-sungguh meninggalkan hal yang haram. Bahkan hal yang makruh pun mereka tinggalkan. Mereka juga orang-orang yang paling sabar dan senantiasa redha terhadap apa saja terjadi kepada mereka. Hati mereka senantiasa berprasangka baik kepada Allah atas apa saja kesulitan yang menimpa mereka.

Selain dari itu, mereka yang termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini adalah para syuhada atau orang-orang yang mati syahid. Mereka adalah orang-orang Muqarrabin yang artinya orang yang terlalu dekat (akrab) dengan Allah SWT karena pengorbanan mereka dalam menegakkan agama Allah. Bahkan mereka sanggup mengorbankan nyawa semata-mata untuk mempertahankan agama Allah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka mendapat kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.

Orang yang sangat sabar juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi hisab’. Sabar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Sabar melaksanakan perintah dari Allah
2. Sabar menjauhi larangan dari Allah
3. Sabar menghadapi segala ujian dari Allah

Sabar dalam melaksanakan perintah Allah bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Termasuk sabar dalam melaksanakan perintah Allah adalah sabar mengerjakan shalat, berpuasa, berjuang, dan sebagainya. Semua itu tentu bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Sekiranya kita berhasil sabar dalam melaksanakan perintah dari Allah SWT, maka yang lebih sulit lagi adalah sabar dalam menjauhi larangan dari Allah. Misalnya bersabar dalam menjauhi larangan Allah terhadap maksiat pandangan mata.

Setelah kita bersabar terhadap segala larangan Allah, maka yang lebih sulit lagi bagi kita adalah untuk sabar menerima ujian dari Allah. Kita dituntut untuk bersabar terhadap ujian-ujian dari Allah SWT kepada manusia seperti sakit, kemiskinan, fitnah, kematian anak, isteri, ayah, ibu dan seterusnya. Semua itu adalah ujian yang Allah datangkan kepada manusia untuk menguji manusia, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya di sisi Allah.

Kita selayaknya bersabar dan redha terhadap ujian-ujian tersebut karena ujian yang Allah datangkan kepada kita hakekatnya adalah untuk didikan langsung dari Allah kepada hamba-Nya. Kebanyakan manusia mendapat didikan dari Allah melalui manusia yang lain secara lahiriah. Namun melalui ujian-ujian yang menimpa manusia, sebenarnya manusia sedang mendapat didikan secara langsung dari Allah SWT.

Oleh karena itu, kita sebagai hamba-Nya sepatutnya bersabar dan redha. Sebagaimana yang kita tahu bahwa ujian-ujian yang datang dari Allah, sekiranya kita bersabar, hal itu sebenarnya adalah kasih sayang Allah kepada hambanya. Hal itu merupakan penghapusan dosa dari Allah dan juga merupakan peningkatan derajat dan pangkat yang akan dianugerahkan bagi manusia yang mau menerima didikan secara langsung dari Allah SWT.

Seringkali manusia hanya mengharapkan didikan melalui manusia yang lain seperti dari guru, ustadz, alim ulama dan sebagainya. Kebanyakan manusia memang tidak menginginkan sama sekali untuk mendapatkan didikan langsung dari Allah ini karena tidak dapat bersabar dan redha menghadapinya. Namun harus diingat, seandainya manusia tidak berhasil dalam menerima didikan secara langsung dari Allah, maka janganlah terlalu diharapkan manusia itu berhasil dalam menerima didikan dari manusia yang lain.

Kita mengetahui betapa beratnya ujian yang menimpa para nabi dan rasul. Sebenarnya itulah didikan secara langsung dari Allah kepada mereka. Tidak mengherankan jika iman para nabi dan rasul sedemikian kuatnya sebab mereka menerima didikan atau pimpinan secara langsung dari Allah SWT.

Tentu ini jauh berbeda kebanyakan manusia yang justru tidak senang apabila menerima ujian dari Allah padahal itu merupakan didikan secara langsung dari Allah SWT. Seandainya kita berhasil menghadapi itu semua, maka kita akan termasuk dalam golongan ‘Bi ghairi hisab’ di akhirat kelak.

Kemudian termasuk juga dalam golongan ini juga adalah orang fakir yang sangggup bersabar dengan kefakirannya. Walaupun mereka tidak mempunyai apa-apa pun harta benda di dunia. Apa yang ada pada mereka hanyalah pakaian dipakai. Oleh karena, itu mereka tidak di-hisab di akhirat kelak. Bagaimana mungkin mereka akan di-hisab sementara apa yang ada pada diri mereka hanyalah pakaian yang melekat di badan.

Selanjutnya yang juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini ialah orang ahli makrifat. Yaitu orang yang begitu kenal dengan Allah SWT. Oleh karena itu, hati mereka senantiasa ingat kepada Allah. Hatinya juga setiap saat merasakan kehebatan, kebesaran dan keagungan Allah. Begitu juga, hatinya setiap saat senantiasa merasa rindu kepada Allah SWT.

Apabila kita membandingkan mereka dengan kebanyakan manusia, terasa jauh sekali perbedaannya. Mereka adalah orang yang senantiasa mengingat Allah, sedangkan kita senantiasa lalai dan durhaka kepada Allah. Tentu bukan suatu hal yang mudah untuk dapat senantiasa ingat kepada Allah SWT. Sedangkan dalam ibadah sholat yang diperintahkan oleh Allah untuk mengingat-Nya pun kita tidak selalu dapat mengingat Allah, terlebih lagi di luar sholat, tentu lebih sulit lagi kita dapat senantiasa mengingat Allah. Jelaslah bagi kita bahwa untuk menjadi ahli makrifat atau orang yang benar-benar mengenal Allah SWT bukanlah hal yang mudah. Bahkan ini suatu hal yang sangat susah untuk dicapai oleh kebanyakan manusia yang memang senantiasa lalai terhadap Allah SWT.

Itulah orang-orang yang termasuk di dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ di akhirat kelak. Mari kita menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk dalam golongan ini?


Golongan kedua yaitu golongan ‘Ashabul Yamin’ atau orang-orang yang menerima catatan amal di tangan kanan adalah golongan orang-orang sholeh, Ulil Abrar ataupun golongan Muflihun. Golongan ‘Ashabul Yamin’ adalah orang-orang yang memiliki keimanan sekurang-kurangnya tingkat Iman Ayan. Iman Ayan adalah iman yang telah meresap di dalam hati. Mereka juga adalah orang yang amal kebaikannya melebihi kejahatannya. Golongan ini terlepas dari azab neraka, namun mereka tetap menjalani hisab atau perhitungan dari Allah SWT. Mereka lebih lambat dalam menempuh titian menuju syurga atau Siratul Mustaqim disebabkan oleh pemeriksaan yang mereka jalani.

Di atas titian Siratul Mustaqim terdapat lima tempat pemeriksaan. Kelima tempat itu dijaga oleh para malaikat yang tugasnya memeriksa setiap hamba Allah. Bayangkanlah bagaimana sekiranya kita tertahan di kelima tempat pemeriksaan itu? Sedangkan satu hari di akhirat adalah selama seribu tahun di dunia.

Maka tidak mengherankan jika orang-orang Muqarrabin tidak mau ’sekedar’ menjadi orang sholeh. Orang-orang sholeh, walaupun masuk ke syurga, terpaksa di-hisab terlebih dahulu. Tentu hal ini akan menyusahkan mereka. Oleh karena itu, orang-orang Muqarrabin lebih suka untuk mati syahid dalam mempertahankan agama Allah karena orang yang mati syahid langsung dimasukkan oleh Allah ke dalam syurga.

Terpaksa berhenti untuk di-hisab di Siratul Mustaqim adalah merupakan penderitaan dan bagaikan azab bagi golongan Muqarrabin. Di dalam kitab-kitab tasawuf diterangkan bahwa kebaikan yang dibuat oleh orang sholeh masih dianggap bagaikan kejahatan bagi golongan Muqarrabin. Bagi golongan Muqarrabin, sesuatu hal yang halal tetapi akan di-hisab dianggap bagaikan suatu kejahatan.

Untuk mengukur mudah atau tidaknya menjadi orang yang sholeh, mari kita perhatikan apa yang pernah disampaikan oleh Imam Al Ghazali. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa orang sholeh itu, dari 24 jam sehari yang diberikan Allah kepadanya, 18 jam di antaranya diisi dengan kebaikan. Hanya 6 jam sisanya saja yang digunakan untuk melakukan hal yang mubah. Tentu saja inipun bukan hal yang mudah.


Adapun golongan yang ketiga yaitu ‘Ashabu Syimal‘ atau golongan yang menerima catatan amal di tangan kiri. Mereka adalah orang-orang mukmin ‘asi atau orang-orang mukmin yang durhaka. Kejahatan mereka lebih berat dari amal kebaikan yang mereka lakukan. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka dahulu, sebelum akhirnya akan dimasukkan juga ke dalam syurga. Mereka dimasukkan ke dalam neraka sebagai pembersihan terhadap dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Setelah selesai menjalani hukuman di neraka, barulah mereka dimasukkan ke dalam syurga.

Sedangkan golongan yang terakhir adalah golongan ‘Ashabul A’raf’ yaitu golongan yang amal kebaikan dan kejahatannya itu sama banyak. Golongan ini walaupun mereka selamat dari masuk ke neraka, tetapi mereka lebih lambat masuk ke syurga daripada golongan ‘Ashabul yamin’ yang setelah menempuh Siratul Mustaqim tidak ada halangan lagi untuk masuk ke syurga. Sedangkan bagi golongan ‘Ashabul A’raf’, setelah mereka menempuh Siratul Mustaqim mereka masih ditahan untuk dapat masuk ke syurga.

Mereka akan ditahan di ujung Sirotul Mustaqim. Kemudian Allah memerintahkan kepada golongan ‘Ashabul A’raf’ ini untuk meminta satu amal kebajikan kepada para penghuni syurga agar amal kebaikan mereka menjadi lebih berat daripada kejahatan mereka. Barangsiapa yang telah mendapatkan satu amal kebajikan dari penghuni syurga akan diizinkann untuk masuk ke syurga. Maka, mondar-mandirlah mereka untuk meminta belas kasihan dari para penghuni syurga.

Setelah sekian lama, akhirnya Allah SWT memasukkan ke dalam hati para penghuni syurga kesediaan untuk menghadiahkan satu amal kebaikan mereka kepada orang-orang dari golongan ‘Ashabul A’raf’. Tetapi anehnya, justru bukan orang yang mempunyai banyak amal kebaikan yang langsung bersedia memberikan satu amalan kebajikannya kepada golongan ini. Tetapi orang yang bersedia memberikan amal kebaikannya adalah orang yang hanya mempunyai kelebihan satu amalan kebaikan saja. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman kepada golongan ini:

“Sekiranya kamu hamba-hamba-Ku yang mempunyai kelebihan satu amal kebaikan begitu pemurah kepada hamba-hamba-Ku sehingga dapat masuk ke dalam ke syurga, maka sesungguhnya Aku lebih pemurah dari itu.”

Maka hamba Allah yang pemurah itu pun dinaikkan derajatnya oleh Allah di syurga. Inilah kelebihan yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada mereka di akhirat.

Saudaraku,

Huraian diatas mudahan dapat menjadi panduan kita untuk bermuhasabah dimanakah saf kita bila kita dibangkitkan di akhirat kelak.Mudahan kita tergolong dari kalangan insan yang abrar.

Ramadhan adalah anugerah Allah kepada kita yang sedia kita maklum akan kelebihannya.Jadi marilah pada Ramadhan kali ini kita meletakkan azam untuk kita lebih baik dari sebelumnya.Akhir banyaklah belajar dan beramal kerana itulah kunci untuk kita berjaya didunia dan akhirat.Wallahua'qlam

Sunday 22 August 2010

Iktikaf dan persoalannya
























Makna 'Itikaf

Ia bermaksud menetap pada satu tempat sama ada panjang atau pendek tempoh yang dilakukannya.

Hukum ‘Itikaf

Para ulama’ bersepakat bahawa ‘itikaf hukumnya adalah sunat yang tidak boleh dipaksakan orang lain melakukannya, melainkan ia menjadi hukum nazar yang mesti dilakukan oleh orang yang bernazar.

Tempoh masa untuk ber’itikaf

Menurut jumhur (kebanyakan) ulama’ dari kalangan mazhab Imam Abu Hanifah, Imam as-Syafie dan Imam Ahmad bin Hanbal, tempoh masa untuk ber’itikaf yang diterima walaupun hanya sebentar, ada juga pendapat yang menyebut bahawa tempoh satu hari juga diterima sebagai amalan untuk beribadat kepada Allah SWT.

Syarat untuk ber’itikaf

‘Itikaf disyaratkan perlakuannya dalam masjid yang dilakukan solat jamaah, apatah lagi masjid yang diadakan solat Jumaat.

Bagaimana dengan ‘itikaf dalam surau

Sesetengah ulama’ tidak mensyaratkan masjid yang diadakan solat Jumaat boleh untuk ber’itikaf, malah masjid atau surau yang didirikan solat jamaah juga adalah sah untuk dilakukan ‘itikaf bagi mereka yang mahu melakukannya. (Ia berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Aishah yang dipegang oleh Imam Ahmad dan al-Baihaqi).

Selain itu, bagi yang ber’itikaf, mereka tidak digalakkan menziarahi orang sakit, tidak juga mengurus jenazah, tidak dibenarkan bersentuhan dengan isteri atau melakukan persetubuhan atau melakukan sebarang aktiviti yang tiada kena mengena dengan tujuan ber’itikaf. Maksud hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (hadisnya yang ke 2473) daripada Saidatina Aishah r.a.

Bagi muslimah pula, adalah digalakkan untuk berada di rumah atau surau yang tidak diadakan solat jamaah. (Disebut dalam as-Syarh al-Mumti’)

Hukum ber’itikaf dalam sebuah bilik penjuru masjid

Jika terdapat bilik-bilik yang bersambung dengan ruang masjid dan sebagainya, ia boleh dijadikan sebahagian tempat untuk ber’itikaf lebih-lebih lagi buat muslimat. (Fatawa al-Lajnah ad-Da~imah 411/10).

Tujuan ber’itikaf di bulan Ramadan

v Amalan ber’itikaf boleh dilakukan pada bulan-bulan lain selain Ramadan, namun di bulan Ramadan adalah sangat digalakkan terutama dalam merebut kedatangan Lailatul Qadr yang lebih baik daripada seribu bulan.

Batal hukum ‘itikaf jika keluar dari masjid/surau

Apabila seorang yang sedang ber’itikaf dalam masjid, keluar tanpa sebab-sebab yang dibolehkan seperti mengambil wuduk, buang air, mandi, menguruskan makan untuk berbuka atau bersahur (jika tiada pihak yang menguruskannya), bekerja, maka terbatal tujuan ‘itikafnya pada hari itu. (maksud hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim daripada Aishah).

Antara ‘itikaf dan belajar – mana lebih diutamakan?

Jika terdapat keinginan para pelajar di sebuah universiti yang tinggal di asrama berdekatan dengan masjid, maka belajar itu adalah lebi diutamakan daripada ber’itikaf, kerana belajar adalah wajib sementara ‘itikaf pula hukumnya sunnat. (www.islam-qa.com) bab mengenai ‘itikaf.

Apakah amalan tertentu untuk dilakukan ketika ber’itikaf?

Petunjuk Nabi Muhammad s.a.w dalam urusan ‘itikaf amat mudah, seluruh waktunya dihabiskan dengan berzikir kepada Allah SWT, zikir yang diertikan dengan mengingati Allah boleh dilakukan dalam pelbagai bentuk, ia termasuk membaca dan bertadarus al-Quran (berdiskusi, menyelidiki), bersolat sunat – sila lihat Zadul Ma’ad oleh Ibnu Qaiyim al-Jauziyyah (2/90).

Ahli Jawatankuasa masjid atau surau ketika ber’itikaf yang mengadakan mesyuarat khas bagi merangka dan membincangkan aktiviti bertujuan meningkatkan prestasi iman dan takwa ahli kariah juga boleh dianggap ibadat kerana mengajak manusia untuk mengingati Allah.

Jika seorang yang bekerja yang terpaksa membawa balik bahan tugasan pejabatnya memandangkan ketibaan awal Syawal semakin hampir untuk disiapkan, tidak berkesempatan untuk ber’itikaf atau melakukan solat-solat sunat walaupun di rumah, hasratnya tinggi untuk buat, tetapi dihalangi dengan kesibukan tugasan pejabat yang mesti diserahkan keesokan hari, apabila dia tahu bahawa bekerja itu adalah ibadat, maka apa yang dilakukannya juga kerana ibadat, maka segala tindakannya itu adalah diterima sebagai salah satu tuntutan ibadat, namun dia perlu berusaha untuk cuba melakukannya pada malam-malam terakhir yang masih berbaki.

Remaja perlu minta izin kedua ibu bapa untuk ber’itikaf

Mungkin terdapat segelintir remaja yang baik budi pekertinya yang masih di bawah penjagaan kedua ibu bapa mereka berhasrat untuk ber’itikaf di masjid bagi meningkatkan hubungan dengan Allah SWT, perlu meminta izin daripada mereka berdua, kerana patuh kepada mereka berdua adalah wajib sedangkan ‘itikaf adalah sunnat, ia bertujuan bagi memastikan agar ibadat ‘itikaf yang dilakukannya mengikut peraturan yang telah digariskan oleh hukum Syara’.

Pahala ber’itikaf

Sabda Rasulullah seperti yang difirmankan Allah dalam satu hadis Qudsi yang bermaksud : Apa sahaja yang dilakukan oleh hamba-Ku bertujuan untuk mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnat hingga Aku menyukainya, apabila Aku menyukainya maka Akulah yang akan menjadi pendengaran apa yang didengarnya, menjadi penglihatan apa yang dilihatnya, tangannya bertindak sesuatu apa yang sepatutnya dilakukan, kakinya melangkah pada apa yang sepatutnya dilakukan, jika dia meminta kepada-Ku, pasti akan Aku perkenankan dan jika dia minta perlindungan daripada-Ku pasti Aku akan melindunginya. (Hadis Sohih riwayat Imam Bukhari 6502).

Rasulullah s.a.w ada menegaskan dalam satu hadis yang bermaksud : Sesiapa yang ber’itikaf dengan penuh keimanan dan mengharapkan keredaan Allah SWT, sesungguhnya dosa-dosanya yang telah lalu diampunkan oleh Allah. (Hadis riwayat ad-Dailami daripada Aishah r.a).

Peranan kita pada malam-malam terakhir Ramadan

1- Perlu kita ketahui, bahawa Allah SWT mahu menguji iman kita dengan pelaksanaan ibadat puasa selama sebulan Ramadan, bagi yang benar beriman, akan melakukan ibadat puasa dengan sungguh-sungguh adapun bagi yang berdusta, tidak sanggup untuk melakukannya dengan ikhlas kepada-Nya.

2- Kita berpuasa dengan niat untuk menyahut arahan Allah dan pahala-Nya.

3- Tidak menghabiskan puasa sehari suntuk dengan banyak tidur.

4- Kita perlu memperbaharui taubat kepada Allah.

5- Kita perlu memperbanyakkan doa, istighfar kepada Allah khususnya di bulan Ramadan, kerana ia menjanjikan kepada kita rahmat dan keampunan Allah serta pelepasan daripada api neraka.

6- Ketika berpuasa, kita perlu menahan pancaindera daripada terjebak pada perkara-perkara yang diharamkan Allah. - mr

Wednesday 4 August 2010

MEMBINA PARADIGMA BARU RAMADHAN : Siri 1 : Sedekah



Ramadhan sudah semakin hampir.Bagi mukmin yang berusaha mebaiki diri dan mengharapkan senantiasa berada diatas jalan hidayah kedatangan ramadhan sangat dinanti umpama menunggu seseorang yang amat dikasihi. Ramadhan adalah bulan rahmat didalamnya dijanjikan pengampunan dan pembebasan dari azab api neraka.
Saudaraku,
Ramai dikalangan kita yakin akan kebesaran ramadhan namun demikian kekadang kita terlupa dan alpa dalam merebut kesempatan ini.
Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Kita dianjurkan untuk banyak bersedekah.Bahkan sifat dermawan merupakan akhlak seorang mukmin. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:
‏إن الله تعالى جواد يحب الجود ويحب معالي الأخلاق ويكره سفسافها
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.”
(HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)
Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa sifat bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‏اليد العليا خير من اليد السفلى واليد العليا هي المنفقة واليد السفلى هي السائلة
“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.”
(HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)

Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّما الدنيا لأربعة نفر: عبد رزقه الله مالاً وعلماً فهو يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه، ويعلم لله فيه حقاً فهذا بأفضل المنازل
“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rezki oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.”
(HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)

Keutamaan Bersedekah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah.
Diantara keutamaan bersedekah antara lain:
1. Sedekah dapat menghapus dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة تطفىء الخطيئة كما تطفىء الماء النار
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.”
(HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)
2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan Di Mahsyar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di padang mahsyar, yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:
رجل تصدق بصدقة فأخفاها، حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”
(HR. Bukhari no. 1421)

3. Sedekah memberi keberkatan pada harta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)

4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)

5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.
من أنفق زوجين في سبيل الله، نودي في الجنة يا عبد الله، هذا خير: فمن كان من أهل الصلاة دُعي من باب الصلاة، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.”
(HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)

6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
والصدقة برهان
“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)
An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”
7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‏إن الصدقة لتطفىء عن أهلها حر القبور
“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.”
(HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)

8. Sedekah dapat mencegah perniaga melakukan maksiat dalam jual-beli
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر التجار ! إن الشيطان والإثم يحضران البيع . فشوبوا بيعكم بالصدقة
“Wahai para peniaga, sesungguhnya syaitan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kamu dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)

9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang tenang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpaan yang jelas tentang orang yang dermawan dengan orang yang kikir:
مثل البخيل والمنفق ، كمثل رجلين ، عليهما جبتان من حديد ، من ثديهما إلى تراقيهما ، فأما المنفق : فلا ينفق إلا سبغت ، أو وفرت على جلده ، حتى تخفي بنانه ، وتعفو أثره . وأما البخيل : فلا يريد أن ينفق شيئا إلا لزقت كل حلقة مكانها ، فهو يوسعها ولا تتسع
“Perumpamaan orang yang kikir dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, disebabkan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang kikir akibat kikirnya ia merasakan setiap sudut baju besinya melekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak berhasil.” (HR. Bukhari no. 1443)
Dan hal ini tentu pernah rasai? Kia akan merasai kesenangan, puas dan lapang dada setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang memerlukan.
Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan
Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih hebat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيُدارسه القرآن ، فالرسول الله صلى الله عليه وسلم أجودُ بالخير من الريح المرسَلة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:
كان النبي صلى الله عليه وسلم أشجع الناس وأجود الناس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)
Namun bulan Ramadhan merupakan momentum yang hebat sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berfikir, sebagaimana angin yang berhembus. Dalam hadits juga angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.
Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Iaitu semangat untuk bersedekah, lebih banyak melebihi bulan-bulan lainnya.
Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan
Salah satu sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih utama dibandingkan sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:
1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.
Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas ganjarannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:
كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف قال عز و جل : إلا الصيام فإنه لي و أنا الذي أجزي به
“Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Muslim no.1151)
Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه
“Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)
Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إن في الجنة غرفا يرى ظاهرها من باطنها وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن ألان الكلام وأطعم الطعام وتابع الصيام وصلى بالليل والناس نيام
“Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)
2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.
Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kitadapat meningkatkan pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain.iaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)
Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفطر على رطبات قبل أن يصلي فإن لم تكن رطبات فعلى تمرات فإن لم تكن حسا حسوات من ماء
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lazim berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)
Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu luas di bulan yang penuh berkah ini.
3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.
Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dinafikan bahwa realitinya manusia mudah terpedaya godaan syaitan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, syaitan berkata:
فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16)
Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة ، وغلقت أبواب النار ، وصفدت الشياطين
“Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)
Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbeza dibandingkan dengan bulan lain. Kita cukup bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya.
Adapun mengenai apa yang difahami oleh sebahagian dari kalangan kita bahawa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, Fakta ini perlu diselidiki . Karena ia disabitkan dengan hadits yang lemah, iaitu hadits:
يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun.” Kemudian para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).
Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:
‏إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله له عنده حسنة كاملة فإن هو هم بها فعملها كتبها الله له عنده عشر حسنات إلى سبع مائة ضعف إلى أضعاف كثيرة
“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)
Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. …WaAllahuA’lam

Monday 12 July 2010

Perbahasan Hukum Janggut Dan Misai

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعه بإحسان ‘لى يوم الدين ، وبعد
Berjanggut dan berjambang merupakan sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam, amalan para sahabat Baginda dan nabi 'Alaihimussalam.
Firman Allah Ta’ala:
قال يبنؤم تأخذ بلحيتى ولا برأس
Nabi Harun berkata: "Wahai anak ibuku, janganlah engkau meragut janggut dan menarik rambutku. " ( Thaha: 94)
Kisah janggut Nabi Harun 'Alaihissalam yang dipegang Nabi Musa 'Alaihissalam ini,menjadi dalil kepada para ulama yang berpendapat bahawa amalan berjanggut itu disyariatkan dalam Islam dan menjadi sunnah nabi-nabi. Mencukur janggut dan memelihara misai itu adalah budaya atau cara hidup orang-orang Yahudi, Nashrani dan Majusi. Oleh kerana itu orang Islam diperintahkan supaya berkeadaan sebaliknya tidak mengikut budaya mereka itu untuk membezakan cara hidup orang Islam dengan cara hidup mereka.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
(أعفوا اللحى وخذوا الشوارب وغيروا شيبكم ولا تشبهوا باليهود والنصارى(رواه أحمد)
Maksudnya: Kamu simpanlah janggut, kamu potonglah misai, kamu ubahlah warna uban kamu (dengan berinai) dan janganlah kamu mencontohi Yahudi dan Nashrani.
روى أن رجلا من المجوس جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم وقد حلق لحيته وأطال شاربه ، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم ، ما هذا ؟ قال : هذا ديننا ، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لكن في ديننا أن نحفي الشوارب وأن نعفي اللحية(رواه ابن ابي شيبة)Maksudnya: Diceritakan bahawa seorang lelaki daripada kalangan Majusi datang mengadap Nabi Shallallahu 'alaihi was allam, dan lelaki ini telah mencukur janggutnya dan memanjangkan misainya. Lalu Baginda bertanya: "Apa (yang engkau lakukan) ini?" Lelaki itu menjawab: "Beginilah ajaran agama kami". Kemudian Baginda berkata: "Akan tetapi dalam agama kami (Islam), kami memotong misai dan membiarkan janggut kami panjang. "
(Hadits riwayat Ibnu Abu Syaibah)
Menurut kata al-Imam al-bukhari:
كان ابن عمر يحفي شاربه حتى يرى إلى بياض
Ibnu 'Umar menipiskan misainya sehingga kelihatan kulitnya yang putih. (Fath al-Bari: 11/524) Daripada keterangan-keterangan di atas, jelas membuktikan bahawa para sahabat adalah berjanggut kerana mencontohi amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Hukum Berjanggut Dan Mencukur Misai
Adapun perintah memelihara janggut itu banyak kali ditegaskan dalam hadits-hadits Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, antaranya: Maksudnya: Diriwayatkan daripada Ibnu 'Umar Radhialla 'anhuma katanya:“Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alahi wasallam:"Kamu cukurlah misai dan peliharalah janggut kamu.” (Hadits riwayat al-Bukhari )Maksudnya: Diriwayatkan daripada Ibnu 'Umar Radhiallah 'anhuma, katanya: "Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam: "Berbezalah kamu daripada orang-orang musyrik, iaitu, kamu peliharalah janggut dan cukurlah misai. " ( al-Bukhari dan Muslim)
Pendapat Mazhab Syafi'e Tentang Janggut Menurut Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim bahawa janggut itu tidak dicukur, katanya: Bahawa pendapat yang terpilih, ialah membiarkan janggut mengikut keadaan semula jadinya, tanpa memendekkannya sedikitpun pada hukum asalnya, dan pendapat yang terpilih pada misai pula ialah tidak mencabut atau mencukurnya habis, memadai (memendekkannya) setakat kelihatan tepi bibir. Menurut kitab al-Majmu' karangan aI-Imam an-Nawawi, kata al-Khithabi dan ulama-ulama selainnya: "Janggut itu disimpan, dibiarkan dengan tidak digunting. Mengguntingnya adalah makruh seperti perbuatan orang-orang a 'jam (bukan Islam). (1/342)
Berdasarkan kepada keterangan hadits-hadits di atas, berjanggut itu bukan sahaja amalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat Baginda, bahkan menjadi amalan juga kepada para nabi sebagaimana keterangan al-Qur'an tentang janggut Nabi Harun 'Alaihissalam. Sementara mencukurnya pula bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Had Memotong Janggut
Had atau sukatan bagi memotong janggut itu adalah bersandarkan kepada perbuatan Ibnu 'Umar Radhiallahu 'anhuma semasa mengerjakan haji dan umrah, yang mana beliau telah menggenggam janggutnya dan yang lebih daripada genggamannya dipotongnya.
(وكان ابن عمر إذا حج أو اعتمر قبض على لحيته فما فضل أخذه (رواه البخاري
Maksudnya: Semasa Ibnu 'Umar mengerjakan haji atau umrah, beliau menggenggam janggutnya, mana yang lebih (daripada genggamannya) dia memotongnya.(Riwayat al-Bukhari)Memotong MisaiMengenai misai pula, menurut Imam an-Nawawi bahawa pendapat yang terpilih ialah tidak memotongnya habis, cukup memendekkannya setakat jelas kelihatan tepi bibir.
Menyimpan Dan Menjaga Dengan Bersih Bulu Ketiak
Adapun membiarkan bulu ketiak itu panjang dengan niat untuk menyimpan dan menjaganya dengan bersih adalah menyalahi fitrah. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu
الفطرة خمس أو خمس من الفطرة الختان وارتحداد ونتف الإبط وتقليم الأظفار وقص الشارب
(رواه البخاري ومسلم والترمذي والنسائي وأبو داود وابن ماجه وأحمد ومالك)
Maksudnya: Fitrah itu ada lima atau lima perkara daripada fitrah itu ialah berkhatan, mencukur bulu ari-ari, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memotong misai. (Hadits riwayat al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik) Maksud daripada fitrah itu ialah sunnah para nabi 'Alaihimussalam yang disepakati oleh syara'. Jadi menurut sunnah, apa yang perlu dibuat untuk bulu ketiak itu ialah mencabutnya dan jangan membiarkannya tumbuh.
Daripada Ibn Umar r.a berkata bahawa Rasulullah s.a.w bersabda:“Bezakanlah (jangan menyamai) perbuatan orang-orang musyrik, lepaskan (simpan) janggut kamu dan nipiskan misai kamu.”- Hadis riwayat Muslim dan al-Bukhari.
Daripada Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah s.a.w bersabda:“Sesungguhnya orang-orang yang menyekutukan ALLAH membiarkan misai mereka dan mencukur janggut mereka, maka lakukanlah perbezaan daripada mereka dengan memanjangkan janggut dan menipiskan misai.” - Hadis riwayat al-Bazzar dengan sanad yang sahih.
Daripada hadist diatas Hukum menyimpan janggut adalah wajib bagi lelaki.Walaubagaimanapun, terdapat ulama yang menyatakan sunat. Dengan alasan, ia hanya perbuatan Rasulullah s.a.w. Hujah ini tidak jelas kerana terdapat dalil yang banyak daripada hadis Rasulullah s.a.w yang menyamakan seseorang Muslim yang tidak menyimpan janggut dengan suatu kaum yang lain.Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menyimpan janggut. Oleh itu, tidak boleh menyerupai mereka. Ini salah satu daripada tatacara kehidupan mereka.
Sabda Rasulullah s.a.w:“Sesiapa yang menyerupai sesuatu kaum, dia adalah daripada kalangan mereka.”- Hadis riwayat Ahmad.
Sabda Rasulullah s.a.w:“Bukanlah daripada umatku seseorang yang lain daripada kami. Oleh itu, janganlah kamu mengikut Yahudi dan Nasrani.”- Hadis riwayat al-Tirmizi.
Ibn Taimiyyah berkata:“Haram jika memotong janggut (mencukur janggut).
Imam Ibn Abdul Bar dalam Kitab al-Tamhid:
“Haram mencukur janggut. Jangan lakukannya kecuali Khunsa ( mempunyai dua kemaluan) "

Kesimpulannya menyimpan janggut adalah syiar Islam. Ia adalah akhlak para nabi dan solafussoleh disamping satu kemuliaan dan penghargaan kepada lelaki. Rasulullah s.a.w amat mengalakkan seseorang Muslim menyimpan janggut. Rasulullah s.a.w tidak perintahkan umatnya melakukan sesuatu kecuali ada hikmahnya dan kena pada tempatnya. Hanya ALLAH dan Rasulullah s.a.w sahaja yang tahu segala-galanya.Sebagai seorang Muslim, kita tidak digalakkan menyoal atau menafikan sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. Ingatlah, setiap apa yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w adalah perintah dari ALLAH. Perintah ini bersifat Tauqifi, iaitu sesuatu yang perlu diterima tanpa mempersoalkannya..Oleh itu bersamalah kita menyimpan janggut dan menipiskan misai.